Ahad 05 Jul 2015 15:00 WIB

'Ramadhan Bulan Sedekah Bukan Momentum Berburu Diskon'

Rep: c38/ Red: Agung Sasongko
Diskon (ilustrasi)
Foto: massageplanetnews.blogspot.com
Diskon (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan PP Muhammadiyah Syafrudin Anhar menilai akan lebih baik jika harta disedekahkan atau diinfakan untuk bekal akhirat, daripada dihambur-hamburkan untuk memenuhi keinginan duniawi. Harta yang sebenarnya menjadi milik kita adalah harta yang kita sedekahkan di jalan Allah.

"Dalam konteks itu, Ramadhan adalah momentum yang tepat untuk memperbanyak sedekah," kata dia, Ahad (7/5).

Menanggapi tawaran-tawaran diskon, Syafrudin menilai banyak masyarakat yang terkecoh. “Inilah yang perlu dipahami. Diskon adalah strategi perusahaan untuk menarik konsumen. Kalau dilihat dari ekonomi mikro, terutama menyangkut soal penetapan harga, sudah jelas tidak ada perusahaan yang mau mengalami kerugian dalam menjual barang,” kata dia.

Ia menjelaskan, saat memberikan diskon, perusahaan sudah menaikkan harga pokok penjualan. Diskon atau bonus merupakan salah satu bagian dari biaya produksi dalam dimensi promosi. Saat perusahaan menetapkan harga pokok penjualan, diskon dianggap biaya promosi.

Tidak dipungkiri bahwa Nabi Muhammad menganjurkan umat Islam memakai pakaian yang baik saat Idul Fitri. Yang harus diingat, kata Syafrudin, pakaian baik dan bagus itu tidak harus baru. Ritual keagamaan tidak bisa disamakan dengan ritual kebudayaan atau tradisi.

“Memakai baju baru hanya kebiasaan dan tradisi, jangan dijadikan fardhu ain dari sebuah ritual keagamaan perayaan kemenangan Idul Fitri,” tegas Syafrudin.

Jika dapat dikategorikan, ada tiga sektor yang paling signifikan menambah tingkat konsumsi masyarakat saat Ramadhan; buka puasa, belanja lebaran, dan mudik. Terkait mudik, Syafrudin menjelaskan, wajar ketika manusia memiliki sifat homesick, kerinduan akan kampung halaman. Kerinduan akan kampung halaman ini biasa dilampiaskan bersama perayaan Idul Fitri.

Pulang kampung kemudian menjadi satu budaya dan kewajiban, padahal tidak harus demikian. Silaturahim bisa dilakukan setiap saat. Apalagi, teknologi sudah memungkinkan umat manusia melipat jarak ribuan kilometer dalam satu genggaman tangan.

“Memang perlu menjadi perhatian bersama untuk lebih memaknai Ramadhan dan Idul Fitri sebagai peningkatan keimanan dan ketaatan, bukan peningkatan hasrat duniawi,” kata Syafrudin. (C 38)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement