RINDU SANG KEKASIH

YA ROSULLULOH AKU RINDU 


 “Betapa jarak darimu, yaa Rasul, serasa dikau di sini…” Sepenggal dendangan lagu dari Bimbo ini mencoba menggugah kecintaan dan kerinduan kita akan Rasulullah, Muhammad saw. Tetapi tahukah saudaraku bahwa ternyata Rasul pun telah mengungkapkan kerinduannya kepada saudara-saudaranya?

Suatu ketika berkumpullah Rasulullah bersama sahabat-sahabatnya yang mulia. Di sana hadir pula sahabat paling setia, Abu Bakar ash-Shiddiq. Kemudian terucap dari mulut baginda yang sangat mulia:
Wahai Abu Bakar, aku begitu rindu hendak bertemu dengan ikhwanku (saudara-saudaraku).”
Suasana di majelis itu hening sejenak. Semua yang hadir diam seolah sedang memikirkan sesuatu. Lebih-lebih lagi sayidina Abu Bakar, itulah pertama kali dia mendengar orang yang sangat dikasihinya melontarkan pengakuan demikian.
“Apakah maksudmu berkata demikian, wahai Rasulullah? Bukankah kami ini saudara-saudaramu?”
Abu Bakar bertanya melepaskan gumpalan teka-teki yang mulai memenuhi pikiran.
“Tidak, wahai Abu Bakar. Kamu semua adalah sahabat-sahabatku tetapi bukan saudara-saudaraku.”
Suara Rasulullah bernada rendah.
“Kami juga saudaramu, wahai Rasulullah,”
kata seorang sahabat yang lain pula.
Rasulullah menggeleng-gelangkan kepalanya perlahan-lahan sambil tersenyum. Kemudian Baginda bersabda,
“Saudara-saudaraku adalah mereka yang belum pernah melihatku tetapi mereka beriman denganku dan mereka mencintai aku melebihi anak dan orang tua mereka. Mereka itu adalah saudara-saudaraku dan mereka bersama denganku. Beruntunglah mereka yang melihatku dan beriman kepadaku dan beruntung juga mereka yang beriman kepadaku sedangkan mereka tidak pernah melihatku.” (HR. Muslim)
Lihatlah betapa kasih dan cinta Rasul untuk umatnya. Walaupun Rasulullah tidak pernah bertemu dengan kita namun cinta dan kasihnya kepada kita tidak pernah pudar.
Renungkanlah saudaraku! Rasulullah merindui umatnya yang belum pernah beliau lihat. Beliau ungkapkan cinta beliau itu kepada sahabat-sahabatnya. Akankah kita tidak senang dengan ungkapan rindu dan kasih beliau ini?
Lalu bagaimana dengan kita sendiri. Sudahkah kita menjadi saudara-saudara (ikhwan) Rasulullah?
Akankah kita biarkan cinta dan kerinduan itu bertepuk sebelah tangan, tidak memperoleh sambutan yang layak dari kita?
Malu rasanya jika kita membandingkan kecintaan kita kepada Rasul dengan kecintaan Rasul kepada kita, umatnya. Bahkan untuk kita, beliau rindukan syafaat penyelamat di akhirat kelak. Doa paling mustajabnya beliau simpan untuk umatnya di hari yang paling sulit dan menggetarkan nanti.
Kisah Rasulullah ini semoga dapat menambah cinta kita kepada baginda Rasulullah saw
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. bahwa setelah dekat waktu wafatnya, Rasulullah memerintahkan Bilal supaya adzan. Memanggil manusia untuk sholat berjama’ah. Maka berkumpulah kaum Muhajirin dan Anshor ke Masjid Rasulullah saw. Setelah selesai sholat dua raka’at yang ringan kemudian beliau naik ke atas mimbar lalu mengucapkan puji dan sanjung kepada Allah swt, dan kemudian beliau membawakan khutbahnya yang sangat berkesan, membuat hati terharu dan menangis mencucurkan air
mata. Beliau berkata antara lain :
                                                      👇👇👇👇


 Sesungguhnya saya ini adalah Nabimu, pemberi nasihat dan da’i yang menyeru manusia ke jalan Allah dengan izin-Nya. Aku ini bagimu
bagaikan saudara yang penyayang dan bapak yang pengasih. Siapa yang merasa teraniaya olehku di antara kamu semua, hendaklah dia bangkit berdiri sekarang juga untuk melakukan qishas kepadaku sebelum ia melakukannya di hari Kiamat nanti”
Sekali dua kali beliau mengulangi kata-katanya itu, dan pada ketiga kalinya barulah berdiri seorang laki-laki bernama ‘Ukasyah Ibnu
Muhsin’. Ia berdiri di hadapan Nabi s.a.w sambil berkata :
“Ibuku dan ayahku menjadi tebusanmu ya Rasullah. Kalau tidaklah karena engkau telah berkali-kali menuntut kami supaya berbuat sesuatu atas dirimu, tidaklah aku akan berani tampil untuk memperkenankannya sesuai dengan permintaanmu. Dulu, aku pernah bersamamu di medan perang Badar sehingga untaku berdampingan sekali dengan untamu, maka aku pun turun
dari atas untaku dan aku menghampiri engkau, lantas aku pun mencium paha engkau. Kemudian engkau mengangkat tongkat memukul untamu supaya berjalan cepat, tetapi engkau sebenarnya telah memukul lambung-sampingku; saya tidak tahu apakah itu dengan engkau sengaja atau tidak ya…Rasul Allah, ataukah barangkali maksudmu dengan itu hendak melecut untamu sendiri ?”


👉👉 Fadilah bulan sa'ban
Kemudian Nabi menyuruh Bilal supaya pergi ke rumah Fatimah, ” Supaya Fatimah memberikan kepadaku tongkatku.” kata beliau
Bilal segera ke luar Masjid dengan tangannya diletakkannya di atas kepalanya. Ia heran dan tak habis pikir, “Inilah Rasulullah memberikan
kesempatan mengambil qishas terhadap dirinya!” Diketoknya pintu rumah Fatimah yang menyahut dari dalam : “Siapakah
diluar?”, “Saya datang kepadamu untuk mengambil tongkat Rasullah” jawab Bilal.
” Duhai bilal, apakah yang akan dilakukan ayahku dengan tongkat ini?” tanya Fatimah kepada Bilal.


Jembatan ibadah
👆👆👆


“Ya Fatimah ! Ayahmu memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mengambil qishas terhadap dirinya ” Bilal menegaskan.
“Siapakah pula gerangan orang itu yang sampai hati mengqishas Rasulullah ?” tukas Fatimah keheranan. Biarlah hamba saja yang menjadi
ganti untuk dipukul.
Bilal pun mengambil tongkat dan membawanya masuk Masjid, lalu diberikannya kepada Rasulullah, dan Rasulullah pun menyerahkannya ke
tangan ‘Ukasyah.
Suasana mulai tegang… Semua sahabat bergerak…. Semua berdiri…. Jangankan dicambuk, dicolek saja, ia akan berhadapan dengan kami.
Mungkin begitu mereka bicara dalam hati. Semua mata melotot. Memandang Ukasyah dan sebilah tongkat.
Saat itulah, Abu Bakar dan Umar r.a. bicara, “Hai ‘Ukasyah ! kami sekarang berada di hadapanmu, pukul qishas-lah kami berdua, dan jangan
sekali-kali engaku pukul Rasulullah s.a.w !”
Mungkin saat itu Umar meraba pedangnya. Seandainya saja, diizinkan akan aku penggal kepala orang yang menyakiti Rasulullah.
Rasulullah menahan dua sahabatnya. Berkata sang pemimpin yang dicintai ini : “Duhai sahabatku, Duduklah kalian berdua, Allah telah mengetahui kedudukan kamu berdua!”
Kemudian berdiri pula Ali bin Abi Tholib sambil berkata. Kali ini lebih garang dari sahabat Abu Bakar : ” Hai Ukasyah! Aku ini sekarang
masih hidup di hadapan Nabi s.a.w. Aku tidak sampai hati melihat kalau engkau akan mengambil kesempatan qishas memukul Rasulullah. Inilah punggungku, maka qishaslah aku dengan tangnmu dan deralah aku dengan tangan engkau sendiri!” Ali tampil ke muka. Memberikan punggungnya dan jiwa serta cintanya buat orang yang dicintainya. Subhanallah… ia tak rela sang Rasul disakiti. Ia merelakan berkorban nyawa untuk sang pemimpin.
Nabi pun menahan. ” Allah swt telah tahu kedudukanmu dan niatmu, wahai Ali !”
Ali surut, bergantianlah kemudian tampil dua kakak beradik, Hasan dan Husein. ” Hai Ukasyah ! Bukankah engkau telah mengetahui, bahwa kami berdua ini adalah cucu kandung Rasulullah, dan qishaslah kami dan itu berarti sama juga dengan mengqishas Rasulullah sendiri !”
Tetapi Rasulullah menegur pula kedua cucunya itu dengan berkata
“Duduklah kalian berdua, duhai penyejuk mataku!”
Dan akhirnya Nabi berkata : “Hai ‘Ukasyah ! pukullah aku jika engkau berhasrat mengambil qishas!”
“Ya Rasul Allah ! sewaktu engkau memukul aku dulu, kebetulan aku sedang tidak lekat kain di badanku” Kata Ukasyah. kembali suasana
semakin panas dan tegang. Semua orang berpikir, apa maunya si Ukasyah ini. Sudah berniat mencambuk Rasul, ia malah meminta Rasul membuka baju. “Kurang ajar sekali si Ukasyah ini. Apa maunya ini orang…”
Tanpa bicara….
Tanpa kata…
Rasulullah membuka bajunya.
Semua yang hadir menahan napas…
Banyak yang berteriak sambil menangis…
Tak terkecuali…. Termasuk Ukasyah…
Ada yang tertahan di dadanya. Ia segera maju melangkah, melepas cambuknya dan



👉👉 PROBLEMATIKA KEHIDUPAN
Kejadian selanjutnya tatkala ‘Ukasyah melihat putih tubuh Rasulullah dan tanda kenabian di punggungnya, ia segera mendekap tubuh Nabi
sepuas-puasnya sambil berkata : “Tebusanmu adalah Rohku ya Rasulallah, siapakah yang tega sampai hatinya untuk mengambil kesempatan
mengqishas engkau ya Rasul Allah ? Saya sengaja berbuat demikian hanyalah karena berharap agar supaya tubuhku dapat menyentuh tubuh
engkau yang mulia, dan agar supaya Allah swt dengan kehormatan engkau dapat menjagaku dari sentuhan api neraka”
Akhirnya berkatalah Nabi saw “Ketahuilah wahai para sahabat ! barang siapa yang ingin melihat penduduk surga, maka melihatlah kepada
pribadi laki-laki ini!”
Lantas bangkit berdirilah kaum Muslimin beramai-ramai mencium ‘Ukasyah di antara kedua matanya. Rasa curiga berubah cinta. Buruk sangka berubah bangga. Berkatalah mereka : “Berbahagialah engkau yang telah mencapai derajat yang tinggi dan menjadi teman Rasulullah s.a.w di surga kelak!”
Ya Allah.. Demi kemuliaan dan kebesaran Engkau mudahkan jugalah bagi kami mendapatkan syafa’atnya Rasulullah s.a.w di kampung akhirat yang abadi. Amien…
Allah SWT berfirman:
“Yaa siin [1] Demi Al Quran yang penuh hikmah [2] Sungguh, engkau (Muhammad) adalah salah seorang dari rasul-rasul [3](yang berada) di atas jalan yang lurus [4] (sebagai wahyu) yang diturunkan oleh (Allah) Yang Mahaperkasa lagi Maha Penyayang”  (QS.Yasin ayat: 1-4)
WALOHU ALAM BISHOWAB

Istri istri akhir zaman




 KEKUATAN DOA





Komentar

Postingan Populer