Selasa 12 May 2020 06:14 WIB

Pemerintah Akhirnya Respons Penolakan Kedatangan TKA China

Pemerintah menunda penerbitan izin kedatangan 500 TKA China ke Sulawesi Tenggara.

Tenaga kerja asing (TKA) asal China bekerja di pertambangan di Konawe, Sulawesi Tenggara (ilustrasi).
Foto: Antara
Tenaga kerja asing (TKA) asal China bekerja di pertambangan di Konawe, Sulawesi Tenggara (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Sapto Andika Candra, Ali Mansur, Nawir Arsyad Akbar, Antara

Menyusul derasnya gelombang protes atas rencana kedatangan ratusan tenaga kerja asing (TKA) asal China ke Indonesia, pemerintah akhirnya memutuskan untuk menunda penerbitan izin kedatangan mereka. Staf Khusus Presiden Bidang Hukum Dini Purwono menyatakan, penundaan dilakukan hingga wabah penyakit Covid-19 di Indonesia mereda.

Baca Juga

"Pemerintah bertekad memutus mata rantai penyebaran Covid-19 antara lain dengan membatasi arus kedatangan manusia dari luar. Kebijakan ini berlaku hingga situasi normal dan dinyatakan aman," ujar Dini melalui keterangan pers, Senin (11/5) petang.

Dini menegaskan, sampai saat ini tidak ada TKA China yang didatangkan ke Sulawesi Tenggara. Kementerian Ketenagakerjaan, ujar dia, baru pada tahap menyetujui permintaan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing yang diajukan oleh dua perusahaan. Namu,n perlu diingat bahwa kebijakan pemerintah saat ini berupa penundaan izin.

Kalaupun kelak mereka tetap datang, ujar Dini, seluruh TKA tersebut tetap diwajibkan mengikuti rangkaian tes dan protokol kesehatan untuk memastikan mereka bebas Covid-19. Pihak Istana juga mengonfirmasi bahwa 500 orang TKA asal China ini didatangkan karena mempunyai keahlian khusus menginstalasi alat-alat smelter atau pemurnian logam hasil tambang.

Penggunaan tenaga kerja dari luar, ujar Dini, dilakukan perusahaan karena tenaga kerja lokal belum mempunyai keahlian dalam mengerjakan pemasangan smelter. Rencananya, smelter yang sudah siap beroperasi nanti mampu menyerap 3.000 tenaga kerja lokal.

Dini juga menambahkan bahwa pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian atau smelter, merupakan amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Perusahaan diwajibkan melakukan mengolah bahan mentah sebelum dijual ke pasar dengan tujuan meningkatkan nilai tambah produk pertambangan.

Pihak perusahaan, ujarnya, menargetkan hanya memperkerjakan 500 orang TKA China untuk periode maksimal enam bulan saja. Setelah instalasi smelter rampung, seluruh TKA akan kembali ke negara asal.

Pemerintah juga menjamin adanya transfer keahlian dari TKA China kepada tenaga kerja lokal. Diharapkan, tenaga kerja lokal mampu menangani operasi smelter secara mandiri.

"Saat ini Kementerian Ketenagakerjaan terus berkoordinasi dengan Gubernur dan DPRD Sulawesi Tenggara untuk mencari solusi terbaik agar di satu sisi upaya pencegahan Covid-19 ditegakkan, dan di sisi lain proyek yang bisa menyerap tiga ribu tenaga kerja lokal ini juga bisa berjalan karena menyangkut penghidupan banyak orang," jelas Dini.

Diketahui, TKA asal China berjumlah 500 orang direncanakan akan datang ke Indonesia untuk bekerja di perusahaan pemurnian nikel PT VDNI (Virtue Dragon Nickel Industry) Morosi, Kabupaten Konawe. Perusahaan itu diketahui sudah mendapat izin dari pemerintah pusat pada 22 April lalu.

Gubernur Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) Ali Mazi sebelumnya menyampaikan, pihaknya tidak menolak namun meminta menunda rencana kedatangan 500 TKA yang akan bekerja di perusahaan tambang PT VDNI di Morosi, Kabupaten Konawe.

"Bukan menolak, (tapi) menunda. Beda menolak dengan menunda. Karena regulasinya itu ada dari pemerintah pusat sudah ada," kata Ali Mazi usai melantik Wakil Wali Kota Kendari, Siska Karina Imran, di rumah jabatan Gubernur Sultra, Rabu.

Ali Mazi mengungkapkan bahwa penundaan kedatangan ratusan TKA tersebut di wilayah Sultra karena memikirkan suasana kebatinan warga di daerah itu yang tengah berjuang melawan wabah virus corona (Covid-19).

"Kan namanya penundaan ini kan mekanisme regulasinya sudah ada, tapi kan belum bisa, suasana kebatinan kita hari ini belum bisa menerima hal seperti itu, ya kita tundalah," ungkapnya.

"Suasana kebatinan masyarakat Sulawesi Tenggara, saya harus menjaga masyarakatku," kata Gubernur.

Berbeda dengan Gubernur, seluruh fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sultra secara tegas menolak rencana kedatangan 500 TKA asal Chinake Sultra yang bakal bekerja di perusahaan tambang PT VDNI di Morosi, Kabupaten Konawe. Penolakan tersebut disampaikan dalam rapat Paripurna yang dilaksanakan di Gedung Paripurna DPRD Sultra, pada Rabu (29/4) lalu.

Gelombang penolakan juga datang dari kalangan DPR RI. Politikus Partai Demokrat, Bambang Purwanto mempertanyakan dasar ratusan TKA asal China bisa melenggang masuk dengan mudah ke wilayah Indonesia, sementara banyak tenaga kerja lokal mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) serta dirumahkan.

Padahal, kata Bambang, berdasarkan ketentuan yang tertuang dalam pasal 42 sampai dengan pasal 46 pada UU no 13/2003 tentang Ketenagakerjaan tersebut di atas sangat jelas bahwa TKA harus memenuhi syarat yang cukup ketat. Mulai dari izin dan penggunaan TKA dari menteri atau pejabat yang ditunjuk, serta menduduki jabatan tertentu dalam struktur organisasi perusahaan bersangkutan dengan pendampingan TKI pada masing-masing TKA. 

"Mencermati dari pasal-pasal undang-undang dimaksud sangat jelas bahwa kewenangan atau kunci masuknya TKA ada di tangan Menteri Tenaga Kerja sesuai amanat undang-undang sebagai dasar pelaksanaan tugas di bidang ketenakerjaan," ungkap Bambang dalam keterangannya, Selasa (5/5).

Padahal yang diharapkan Pemerintah, menurut Bambang, dengan menarik investor masuk ke wilayah Indonesia adalah dapat membuka peluang kesempatan kerja yang cukup banyak sebagai solusi terhadap banyaknya pengangguran di Indonesia. Hanya saja, ketika para investor yang datang juga membawa tenaga kerja dari negara asalnya.

"Ini seperti yang diduga terjadi di Morowali maupun di Ketapang, sehingga menutup peluang kesempatan kerja bagi tenaga kerja kita," terangnya.

Anggota Komisi VI DPR Amin Ak juga mengingatkan pemerintah mengenai tujuan investasi sesuai dengan sila kelima Pancasila dan Pasal 33 UUD 1945, yakni untuk mewujudkan keadilan sosial dan kesejahteraan seluruh rakyat.

“Kita setuju peningkatan investasi asing dan memang kita harus membuka diri. Tapi tujuan investasi harus tetap sesuai dengan cita-cita luhur para founding fathers negara ini yang tertuang dalam sila kelima Pancasila dan Pasal 33 UUD 1945,” tegas Amin dalam keterangannya kepada Republika.co.id, Senin (4/5)

Amin memahami, gencarnya usaha pemerintah untuk menaikkan peringkat kemudahan berusaha atau ease of doing business atau EoDB. Namun, hal itu jangan sampai melupakan tujuan yang hakiki yaitu meningkatkan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu ia menyayangkan terbitnya regulasi yang melonggarkan investasi asing maupun praktik di lapangan selama ini terkesan mengorbankan kepentingan rakyat dan kedaulatan bangsa.

"Sudah sewajarnya dan seharusnya jika peningkatan investasi harus berbanding lurus dengan penyerapan tenaga kerja dalam negeri," ungkap politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut.

Karena itu, Amin juga mengingatkan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, bahwa prioritas investasi adalah investasi di sektor manufaktur yang mampu menyerap tenaga kerja lokal. Amin merasa heran dengan penyataan Bahlil bahwa peningkatan realisasi investasi tak sejalan dengan kenaikan jumlah penyerapan tenaga kerja. Bahlil beralasan faktor skill dan penguasaan teknologi SDM Indonesia yang rendah.

“Saya menangkap ini alasan yang dicari-cari saja. Apa iya, kualitas SDM kita serendah itu? Coba beri mereka gaji yang tinggi sebagaimana para TKA China itu, saya yakin SDM kita jauh lebih baik dan punya dedikasi membangun negeri,” terangnya

Lebih lanjut Amin mengapresiasi langkah Wali Kota Kendari, Sulkarnain Kadir yang menutup wilayahnya untuk menjaga psikologis warga pencari kerja di Kendari dan menutup potensi penyebaran virus Covid-19 dari TKA asal Cina.

“Mereka disuruh bertahan di rumah tidak kemana-kemana bahkan tidak boleh mudik, lha ini justru TKA diijinkan masuk ditengah upaya bersama memerangi wabah Corona. Ini berbahaya secara sosial maupun ekonomi,” tegasnya.

Selanjutnya, Amin meminta pemerintah membatalkan kedatangan TKA asal China. Proyek pembangunan smelter lebih baik ditunda selama masa pandemi Covid-19 ini. Tentunya sembari pemerintah menjalankan tupoksinya mempersiapkan SDM andal yang menguasai teknologi yang dibutuhkan.

Anggota Komisi IX DPR Nabil Haroen mendesak pemerintah mengkaji ulang kebijakan kedatangan TKA di tengah pandemi virus Covid-19. Menurutnya, saat ini pemerintah perlu memprioritaskan pekerja dalam negeri. Untuk itu, harus ada negosiasi ulang terkait dengan kontrak dan kesepakatan kerja dengan pihak asing, yang sebelumnya sudah ada kerjasama.

"Ada jutaan warga Indonesia yang kehilangan pekerjaan atau kekurangan akses keuangan. Jangan sampai pekerjaan-pekerjaan yang ada, justru dinikmati warga asing," ujar Nabil.

Selain itu, pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan dan instansi terkait harus menyelediki kasus ini dengan komprehensif. Agar dilihat adanya unsur kesengajaan atau ada mekanisme yang menyalahi aturan.

"Sehingga WNA dari Tiongkok bisa masuk, ketika pemerintah menerapkan kebijakan menutup bandara-bandara dan perbatasan demi pencegahan Covid-19. Jika ada kesengajaan, sudah seharusnya diproses secara hukum," ujar Nabil.

photo
China mengolok AS hadapi Covid-19 - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement