Di era digital seperti sekarang, pornografi masih menjadi salah satu hiburan yang dikonsumsi oleh banyak orang melalui akses internet yang harganya semakin terjangkau, tidak terkecuali oleh remaja. Kemajuan teknologi komunikasi membuat pornografi dapat muncul dalam berbagai bentuk, antara lain gambar, foto, tulisan, suara, gambar bergerak, animasi, termasuk pertunjukan di muka umum yang memuat eksploitasi seksual dan melanggar norma kesusilaan. Karenanya, akses terhadap pornografi bisa berlangsung kapan saja dan di mana saja. Hal ini membuat remaja yang rasa ingin tahunya tentang seks sedang tinggi-tingginya rentan kecanduan pornografi. Padahal, adiksi atau kecanduan pornografi saat ini masih belum dapat disembuhkan secara farmakologi dan hanya dapat dilakukan terapi CBT (Cognitive Behavioural Therapy). 

Bagaimana cara kerja pornografi dalam menimbulkan adiksi serta merusak bagian otak yang lain terjawab melalui sejumlah penelitian. Salah satu penelitian di Jerman menunjukkan bahwa menonton film atau video porno secara teratur dapat membuat volume otak pada daerah striatum mengalami penyusutan. Striatum merupakan daerah di otak yang berkaitan dengan motivasi.

Hal lain yang terjadi saat menonton film porno adalah terjadi peningkatan dopamin. Dopamin adalah salah satu senyawa neurotransmitter (pembawa sinyal di otak) yang memainkan peran penting dalam kontrol motorik, motivasi, gairah, kekuatan, dan penghargaan, serta fungsi yang lebih sederhana termasuk laktasi, gairah seksual, dan rasa mual. Peningkatan dopamin akan membuat suasana hati bahagia. Namun, bila video tersebut terlalu sering ditonton maka sensitivitas otak terhadap rangsangan seksual akan menurun. Pada akhirnya, otak membutuhkan lebih banyak dopamin untuk bisa terangsang secara seksual. Dengan begitu, seseorang pun akan memiliki keinginan lebih banyak untuk menonton film porno.

Apa saja dampak pornografi terhadap otak?

Adiksi

Stimulasi neurotransmitter dopamin (dalam jumlah besar) mengakibatkan penumpukan protein saklar molekuler yang disebut deltaFosB, salah satu bahan aktif yang menyebabkan kecanduan pada umumnya.

Merusak daya ingat dan konsentrasi

Pornografi dapat menyebabkan seseorang tidak dapat merasakan kesenangan saat seks setelah pernikahan (disebut desensitisasi). Menurut penelitian yang dipublikasikan di JAMA Psychiatry tahun 2014, menonton pornografi secara teratur dapat menumpulkan respon terhadap rangsangan seksual dari waktu ke waktu.

Mengurangi kontrol impuls dan kemauan

Video porno menyebabkan kita hilang kendali dalam mengontrol diri untuk berhenti, bahkan kesulitan untuk mengatakan tidak pada sesuatu yang tidak kita ingingkan.

Mudah stres 

Beberapa orang yang sudah kecanduan pornografi akan mengalami depresi meskipun orang tersebut hanya menghadapi permasalah yang sepele.

Mengecikan volume otak

Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa menonton video porno yang moderat sekalipun dapat menyusutkan gray matter di area yang terkait dengan fungsi kognitif yang terkait dengan kemampuan kita untuk fokus. Pengguna pornografi pun dapat terkena brainfog (kabut otak) atau kesulitan berpikir jernih. Beberapa tandanya adalah mudah lupa dan mudah pecah konsentrasinya.

Berisiko menjadi pelaku kejahatan seksual

Hal ini dikarenakan pecandu pornografi membutuhkan pemicu yang lebih besar. Mereka cenderung mengakses jenis-jenis pornografi yang lebih ekstrim dan melakukan perilaku berisiko untuk mendapatkan sensasi yang lebih kuat melalui ketakutan korban. 

Disfungsi ereksi

Pecandu pornografi menjadi kurang peka terhadap seks nyata dengan pasangan mereka dan membutuhkan lebih banyak rangsangan untuk mencapai orgasme.

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pornografi sesungguhnya merupakan penyakit, karena dapat mengubah struktur dan fungsi otak, atau dengan kata lain merusak otak. Di samping itu, Dr. Mark Kastelmen memberi nama pornografi sebagai visual cocain atau narkoba lewat mata. Bagian otak yang paling dirusak adalah pre frontal cortex (PFC) yang membuat seseorang sulit membuat perencanaan, mengendalikan hawa nafsu dan emosi, serta mengambil keputusan dan berbagai peran eksekutif otak sebagai pengendali impuls-impuls.